Dalam perjalanan berlibur, di suatu tikungan tajam ada bapak berompi hijau pupus itu meniupkan peluit tanda kami harus menepi, satu persatu dari kami mengeluarkan surat penting yang di miliki, kesalahan yang kiranya tidak dilakukan oleh kami, tapi entah siapa yang harus di persalahkan.
Ketika kami masuk kedalam warung rasa kurang sopan dan tekanan muncul dari bapak berseragam itu, 100 ribu, kemudian 50 ribu itu keluar dari mulutnya, surat yang kami punya kemudian di satukan dengan sebuah surat berisi agenda tanggal 24 mei harus menghadap ke pengadilan.
Perasaan tak karuan kembali berkecamuk, dongkol, males, dendam, marah, bercampur jadi satu. Suasana pecah setelah kami di panggil untuk masuk ke kamar kecil dekat warung itu, negosiasi pun berjalan alot, hingga saya keluar, ada seorang bapak yang dengan enjoy kembali ke kendaraannya, seperti tak terjadi apa2, apakah bapak berseragam itu tutup mata, di jalanpun ada dua sejoli berboncengan tanpa menggunakan helm lewat dengan enaknya, "BAPAK KAMI BUTUH KEADILAN" itu yang sebenarnya kami ingin sampaikan. tapi ya sudahlah..
Kamipun menyerah, ketika keluar dan berembug dengan teman2, sayapun mengambil uang 3 lembar yang menjadi bekal kita di jalan, dan uang kami habis begitu saja di warung itu, hhem, memang kami salah, tapi tidak seharusnya anda menutup mata jika orang lain juga melakukan kesalahan yang sama. Wahai bapak banyak orang kiranya mendoakanmu tidak baik, namun jika masih seperti itu, ketahuilah rejekimu akan semakin jauh dan ingatlah, uang yang kalian dapatkan akan mudah lenyap seperti cara bagaimana anda mendapatkannya.
"Ben lah, kan dadi pengalaman" kata orang yang senasib dengan kami.
OK guyz, itu sedikit kisah yang kurang menyenangkan dengan alat negara yang satu ini, kiranya dapat menjadikan pelajaran bagi kita semua, see yuuu kaakaa.. :)
0 comments:
Post a Comment